Sunday, 28 April 2013

Kasus Wildan Yani Ashari

Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman mengatakan, Wildan Yani Anshari (22), peretas (hacker) situs Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, www.presidensby.info melakukan peretasan terhadap situs itu sendirian. Nama Jemberhacker Team, terang Sutarman, hanyalah nama kelompok yang dibuat sendiri oleh Wildan tanpa ada anggota lain di dalamnya.
"Enggak ada timnya. Disebut 'Jemberhacker team' saja, tapi dia bermain sendri," ujar Sutarman seusai Rapat Pimpinan Polri 2013, di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK), Rabu (30/1/2013).Untuk diketahui, www.presidensby.info yang menjadi salah satu penyampai informasi dan berita tentang kegiatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kepada masyarakat sempat diretas oleh kelompok yang menamakan dirinya "Jemberhacker Team" pada 9 Januari 2013. Saat diretas, laman tersebut menampilkan latar belakang hitam dengan tulisan warna hijau di bagian atas "Hacked by MJL007", sementara di bawahnya tertera sebuah logo dan tulisan "Jemberhacker Team" berwarna putih.
Peretas situs itu yang bernama Wildan akhirnya ditangkap di sebuah warung internet (warnet) daerah Jember, Jawa Timur, Jumat (25/1/2013) lalu. Penangkapan Wildan, kemudian memicu reaksi dari kelompok hacker internasional terkemuka yang menamakan Anonymous. Mereka menyatakan "perang" terhadap Pemerintah Republik Indonesia dengan menumbangkan situs-situs berdomain '.go.id'.
Satu-persatu situs-situs pemerintah bertumbangan dan dengan target utama kembali melumpuhkan situs Presiden SBY. Sejak Selasa malam sampai Rabu dini hari, tak kurang dari tujuh domain telah dilumpuhkan dan sebagian di-deface alias diganti tampilan berisi pesan peringatan. Situs-situs yang sudah dilumpuhkan antara lain beberapa sub domain di situs KPPU, BPS, KBRI Tashkent, Kemenkumham, Depsos, dan Kemenparekraf, bahkan Indonesia.go.id.
Selain situs resmi SBY, Wildan juga meretas situs www.polresgununggkidul.com, serta www.jatireja.network yang merupakan internet service provider (ISP). Situs presidensby.info, menggunakan ISP jatireja tersebut. Total ada 5320 situs yang telah di-hack pria berusian 22 tahun itu.
Wildan, pemuda kelahiran Balung, Kabupaten Jember, Jawa Timur, 18 Juni 1992, itu harus menghadapi beberapa tuntutan jaksa dengan beberapa pasal yang menjeratnya. Dalam  surat perintah penahanan, Wildan dinyatakan melanggar Pasal 50 juncto Pasal 22 huruf b Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Wildan  terancam hukuman pidana penjara paling lama 6 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp 600 juta. Wildan juga dianggap melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Namun ada perubahan keputusan hukuman dalam kasus Wildan Yani Ashari tersebut tanggal 4 Juni 2013 lalu. Jaksa penuntut umum menuntut peretas situs pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wildan Yani Ashari, dengan hukuman selama 10 bulan penjara. Wildan juga diwajibkan membayar denda sebanyak Rp 250 ribu subsidier satu bulan penjara. 
Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan," kata jaksa Lusiana saat membacakan tuntutannya di Pengadilan Negeri Jember, Selasa siang, 4 Juni 2013. 
Jaksa menilai pemuda yang meretas situs http://www.presidensby.info itu telah melanggar Pasal 46 ayat (1) juncto Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ada dua hal yang meringkan tuntutan bagi Wildan. Pertama, kata Lusiana, Wildan tidak pernah dihukum atau dipenjara. "Selain itu, ada permintaan saksi dari Mabes Polri bahwa terdakwa sangat berbakat dan perlu diarahkan agar bisa menggunakan keahliannya dengan baik dan berguna," kata dia. 
Mendengar tuntutan jaksa, Wildan hanya menundukkan kepala. Dia juga tampak tidak segera menjawab pertanyaan ketua majelis hakim apakah dia memahami tuntutan jaksa dan akan melakukan pembelaan. "Ya Pak, (pembelaan) secara lisan," kata pemuda kelahiran 18 Juni 1992 itu. 
Ketua majelis hakim, Syahrul Machmud, SH, menyarankan Wildan membuat pembelaan dengan tulisan. "Biar runtut dan jelas ya. Nanti di lapas pasti disediakan kertas," katanya.

No comments:

Post a Comment