Secara
historis etika sebagai usaha filsafat lahir dari keambrukan tatanan moral di
lingkungan kebudayaan Yunani 2.500 tahun lalu. Karena pandangan-pandangan lama
tentang baik dan buruk tidak lagi dipercaya, para filosof mempertanyakan
kembali norma-norma dasar bagi kelakuan manusia.
Tempat
pertama kali disusunnya cara-cara hidup yang baik dalam suatu sistem dan
dilakukan penyelidikan tentang soal tersebut sebagai bagian filsafat. Menurut
Poespoproddjo, kaum Yunani sering mengadakan perjalanan ke luar negeri itu
menjadi sangat tertarik akan kenyataan bahwa terdapat berbagai macam kebiasaan,
hukum, tata kehidupan dan lain-lainnya. Bangsa Yunani mulai bertanya apakah
miliknya, hasil pembudayaan negara tersebut benar-benar lebih tinggi karena
tiada seorang pun dari Yunani yang akan mengatakan sebaliknya, maka kamudian
diajukanlah pertanyaan mengapa begitu? Kemudian diselidikinya semua perbuatan
dan lahirlah cabang baru dari filsafat yaitu etika.
Jejak-jejak
pertama sebuah etika muncul dikalangan murid Pytagoras. Kita tidak tahu banyak
tentang pytagoras. Ia lahir pada tahun 570 SM di Samos di Asia Kecil Barat dan
kemudian pindah ke daerah Yunani di Italia Selatan. Ia meninggal 496 SM. Di
sekitar Pytagoras terbentuk lingkaran murid yang tradisinya diteruskan selama
dua ratus tahun. Menurut mereka prinsip-prinsip matematika merupakan dasar
segala realitas. Mereka penganut ajaran reinkarnasi. Menurut mereka badan
merupakan kubur jiwa (soma-sema,”tubuh-kubur”). Agar jiwa dapat bebas dari
badan, manusia perlu menempuh jalan pembersihan. Dengan bekerja dan bertapa
secara rohani, terutama dengan berfilsafat dan bermatematika, manusia
dibebaskan dari ketertarikan indrawi dan dirohanikan.
Seratus
tahun kemudian, Demokritos (460-371 SM) bukan hanya mengajarkan bahwa segala
apa dapat dijelaskan dengan gerakan bagian-bagian terkecil yang tak terbagi
lagi, yaitu atom-atom. Menurut Demokritos nilai tertinggi adalah apa yang enak.
Dengan demikian, anjuran untuk hidup baik berkaitan dengan suatu kerangka
pengertian hedonistik.
Sokrates
(469-399 SM) tidak meninggalkan tulisan. Ajarannya tidak mudah direkonstruksi karena
bagian terbesar hanya kita ketahui dari tulisan-tulisan Plato. Dalam
dialog-dialog palto hampir selalu Sokrates yang menjadi pembicara utama
sehingga tidak mudah untuk memastikan pandangan aslinya atau pandangan Plato
sendiri. Melalui dialog Sokrates mau membawa manusia kepada paham-paham etis
yang lebih jelas dengan menghadapkannya pada implikasi-implikasi
anggapan-anggapannya sendiri. Dengan demikian, manusia diantar kepada kesadaran
tentang apa yang sebenarnya baik dan bermanfaat. Dari kebiasaan untuk
berpandangan dangkal dan sementara, manusia diantar kepada kebijaksanaan yang
sebenarnya.
Plato
(427 SM) tidak menulis tentang etika. Buku etika pertama ditulis oleh
Aristoteles (384 SM). Namun dalam banyak dialog Plato terdapat
uraian-uraian bernada etika. Itulah sebabnya kita dapat merekontruksi
pikiran-pikiran Plato tentang hidup yang baik. Intuisi dasar Plato
tentang hidup yang baik itu mempengaruhi filsafat dan juga kerohanian di Barat
selama 2000 tahun. Baru pada zaman modern paham tentang keterarahan objektif
kepada Tuhan YME dalam segala yang ada mulai ditinggalkan dan diganti oleh berbagai
pola etika, diantaranya etika otonomi kesadaran moral Kant adalah yang paling
penting. Etika Plato tidak hanya berpengaruh di barat, melainkan lewat Neoplatoisme
juga masuk ke dalam kalangan sufi Muslim. Disinilah nantinya jalur
hubungan pemikiran filsafat Yunani dengan pemikir muslim seperti Ibn Miskawaih
yang banyak mempelajari filsafat Yunani sehingga mempengaruhi
tulisan-tulisannya mengenai filsafat etika. Setelah Aristoteles, Epikuros
(314-270 SM) adalah tokoh yang berepengaruh dalam filsafat etika. Ia mendirikan
sekolah filsafat di Athena dengan nama Epikureanisme , akan menjadi salah satu
aliran besar filsafat Yunani pasca Aristoteles. Berbeda dengan Plato dan
Aristoteles, berbeda juga dengan Stoa, Epikuros dan murid-muridnya tidak
berminat memikirkan, apalagi masuk ke bidang politik. Ciri khas filsafat
Epikuros adalah penarikan diri dari hidup ramai. Semboyannya adalah
“hidup dalam kesembunyian“.
Etika Epikurean bersifat
privatistik. Yang dicari adalah kebahagiaan pribadi. Epikuros menasihatkan
orang untuk menarik diri dari kehidupan umum, dalam arti ini adalah
individualisme. Namun ajaran Epikuros tidak bersifat egois. Ia mengajar bahwa
sering berbuat baik lebih menyenangkan daripada menerima kebaikan. Bagi
kaum Epikurean, kenikmatan lebih bersifat rohani dan luhur daripada
jasmani. Tidak sembarang keinginan perlu dipenuhi. Ia membedakan antara
keinginan alami yang perlu (makan), keinginan alami yang tidak perlu (seperti
makanan yang enak), dan keinginan sia-sia (seperti kekayaan).
No comments:
Post a Comment